Kamis, 30 Oktober 2008

Jadi Senior Jangan "DIKTATOR"

Sobat muslim smua, kalo menurut Kamus Bahasa Indonesia sih, istilah diktator itu adalah kepala pemerintahan yang mempunyai kekuasaan mutlak. Ciri-cirinya antikritik. Anti perubahan, pengen gayanya sendiri gitu lho. Nah, kenapa dalam judul tulisan ini diberi tanda petik: ‘diktator’? Karena bukan arti sesungguhnya sebagai kepala pemerintahan. Tapi bisa pula meliputi kepemimpinan di sebuah sekolah, mungkin ada kepala sekolah yang diktator, ada ketua OSIS yang diktator, ada ketua Rohis yang juga diktator. Termasuk para senior di sekolah or di pengajian yang merasa besar kepala nggak mau kalah sama yuniornya.

Sobat muslim smua, istilahnya emang serem abis. Jadi bisa ngebayangin deh kalo model gini berarti pemimpinnya galak bener. Apa kamu suka punya senior macam gitu? Kerjaannya bukan melindungi yunior tapi malah memeras yunior agar mau tunduk pada mereka. Jadi ada jatah wajib setor duit atau harta sama senior dan melakukannya dengan ancaman bahkan kekerasan. Idih, ini senior atau preman?

Maka, nggak heran dong kalo sampe budaya “perbedaan kelas” ditunjukkin sama senior untuk menekan yunior. Senior malah fasih teriak memaki yunior ketimbang menemani mereka belajar dan mengenalkan apa itu arti penghormatan dan penghargaan. Umumnya para senior malah bersuka-cita dan bersemangat melayangkan pukulan ke tubuh dan wajah yunior ketimbang mendidik disiplin para yunior dengan cinta dan persahabatan. Ini memang aneh bin ajaib. Aneh tapi nyata. Kalo sekadar ngerjain yang sifatnya bikin kesel kayak di MOS masih banyak yang nggak ngerasa sebagai tindakan penghinaan. Tapi kalo udah kekerasan secara fisik, biasanya kelakuan itu dicap sebagai perbuatan yang sungguh terlalu abis!

Sebenarnya kelakuan para diktator itu bisa macam-macam lho levelnya. Ada yang ringan, biasa, dan keras. Contohnya, kalo yang ringan biasanya tipe senior ini atau orang yang berkuasa itu bisanya cuma nyuruh-nyuruh aja. Kalo levelnya sebagai diktator level biasa, bisa diukur dari gayanya yang antikritik dan mau menang sendiri serta memaksakan kehendak. Kalo diktator level yang keras bisa sampe menyingkirkan, menyiksa, menyakiti, dan bahkan membunuh lho. Idih, serem banget!

Sobat pernah ikut organisasi Rohis atau OSIS? Terus, pernah bekerjasama dengan senior yang jadi ketua organisasi tapi memiliki gaya seperti para diktator yang ditunjukkannya dengan antikritik? Kalo belum pernah, beruntunglah kamu. Tapi kalo sedang mengalaminya, juga beruntung. Lho, gimana maksudnya nih? Kok untung dua-duanya? Kayak promo sebuah operator seluler aja.

Iya, kalo belum pernah bekerjasama dengan senior yang jadi ketua OSIS model gitu, kamu emang beruntung. Sebabnya, sang senior yang jadi ketua OSIS tersebut pastilah enak diajak ngobrol, asik diajak sharing, nggak bete kalo diajak diskusi. Singkat kata, sang senior yang memegang jabatan penting itu orangnya terbuka. Bukan orang yang antikritik. Waktu MOS kemarin ada nggak senior yang antikritik? Udah tahu tuh senior ngelakuin salah tapi nggak nerima kalo dikritik yunior.

Terus, kalo pun sekarang kamu ngalami bekerjasama dengan senior yang jadi ketua OSIS tapi punya gaya kepemimpinan diktator, kamu juga tetap dianggap beruntung karena jadi ada ladang amal untuk ngingetin sang senior. Jangan diem aja. Nggak perlu takut untuk ngingetin doi. Siapa tahu kepedulian kita dengan cara ngingetin doi jadi ladang amal buat kita dalam melakukan amar ma’ruf en nahi munkar. Tul nggak sih?

Sobat muslim smua, semoga saja kamu kalo kebetulan sebagai senior nggak belagu di hadapan yunior ya. Nggak asik banget. Capek abis kalo terus ngikutin persepsi bahwa senior pasti lebih keren, senior pasti oke, senior harus jaga imej di hadapan yunior. Bila perlu pasang tampang galak dan sok berwibawa dan nggak mau disandingkan dengan yunior apalagi dibanding-bandingkan kemampuannya. Wah, kalo ada senior tipe gini bisa dicap belagu tuh. Nggak benar en tentunya nggak baik punya sikap belagu bin sombong, Bro. Sumpah!

Nih Ghur ada cerita, suatu hari Lukman al-Hakim menasihati anaknya: “Janganlah engkau palingkan wajahmu dari manusia dan jangan menjauhkan diri dari mereka. Janganlah engkau memandang manusia dengan remeh dan hina. Janganlah engkau bergaul dengan orang-orang yang hasad, dengki, dan sombong. Hiduplah engkau bersama manusia dan untuk manusia. Dengarlah dengan teliti jika manusia berbicara dan bergaul denganmu. Tunjukkanlah kepada mereka wajah manis, riang, dan gembira. Senantiasa kamu melemparkan senyum kepada mereka. Jika engkau selalu bersama mereka, mereka akan mencintaimu. Senyum selalu, dan berlemah lembutlah kepada mereka. Jika engkau merendah diri terhadap mereka, mereka akan memuliakan kamu. Ketahuilah wahai anakku, bahwa orang sombong itu tak ubahnya seperti seorang yang berdiri di puncak bukit. Apabila dia melihat ke bawah, semua manusia kelihatan kecil, sedangkan dia sendiri nampak kecil di mata semua manusia lainnya.” [Mutiara Nasihat Lukman al-Hakim, karya Dr. Fathullah al-Hafnawi]

Sobat muslim smua, sebagai manusia biasa tentunya kita membutuhkan masukan dan mungkin saja kritikan dari orang lain. Sebab, orang lain itu ibarat cermin. Jangan sampe kita yang berkelakuan jelek dan diingatkan oleh orang lain yang melihat diri kita, lalu kita malah memarahi orang tersebut. Padahal, yang jelas salah adalah kita. Kalo kita begitu rupa, artinya kita nggak mengakui kesalahan kita dan sekaligus kita menyangkal bahwa kita tuh manusia yang memang butuh bantuan dari manusia lainnya karena kelemahan dan keterbatasan kita sebagai manusia. Tul nggak sih?

Dalam hidup ini kita selalu membutuhkan orang lain di sekitar kita. Sekecil apapun kontribusi mereka, mereka adalah sebuah anugerah yang sangat bernilai bagi hidup kita. Bayangkan jika di dunia ini kita hidup masing-masing tanpa mengenal aturan bermasyarakat. Masing-masing individunya cuek semua. Kayaknya seperti tinggal di kota mati deh (atau malah di hutan sendirian?). Mengerikan bukan?

Nggak ada ruginya kan senior bergandengan tangan dengan yunior. Jangan jaim demi mementingkan wibawa. Apalagi ngerasa sok benar sendiri dan meremehkan yunior. So, jangan sampe kamu jadi senior yang memiliki gaya seperti diktator. Nggak benar en nggak baik di mata manusia, apalagi di hadapan Allah Swt. Nggak asik banget gitu lho.

Jumat, 30 Mei 2008

Ngaji.......? Gue Banget

Ngaji……..? gak deh, ntar dulu kalo kudu duduk manis di masjid dengerin ceramah-ceramah para ustadz yang bikin boring setengah mati, ntar dulu kalo kudu jaga pergaulan gak boleh jalan bareng berdua ama pacar, gak boleh gini gak boleh gitu, ntar dulu dech kalo kudu pake kerudung ama baju ibu-ibu hamil yang gedombrang, ntar dulu dech kalo kudu kayak ustadz-ustadz yang berjenggot panjang nyaingin jenggotnya kambing. Ntar dulu dech gue pengen fokus belajar dulu mana sempet mikiran pengajian,. Ntar dulu dech nanti aja kalo dah tuaan dikit sekarang mah masih muda lagi pengen hura-hura, maen dan having fun dulu. Ntar dulu dech nanti dikatain fanatik sama agama, sesat, ekstrim, apalagi teroris wah pokoknya enggak dulu deh,ntar dulu……ntar dulu…...ntar dulu…. Seribu macam alasan keluar dari alat komunikasi kamu ketika ada yang ngajak kamu untuk mengkaji dan mendalami ilmu-ilmu Islam.

Ketika mendengar kata ngaji seolah-olah dalam otakmu terdapat program antivirus yang super canggih, segala sesuatu yang berkaitan dengan masjid, pengajian, ustadz, jilbab, janggut de..el..el, langsung terdeteksi oleh program antivirusmu ini, kemudian kamu delete dari otakmu atau kamu karantina dulu, setelah dipilih-pilih tapi akhirnya masuk recycle bin juga.

Yup inilah fenomena yang terjadi di kalangan kaula muda sekarang saat ini. Ironis memang tapi inilah fakta yang terjadi pada umumnya dan wajar kalau melihat kondisi umat Islam saat ini. Entah apa yang terjadi dengan remaja muslim saat ini, penulis juga bingung mikirinnya sampai-sampai baju-baju kotor dah menggunung belum dicuci karena sibuk mikir, maklum masih single fighter (eh kok jadi curhat nih). Ok, dari hasil pengamatan, penelitian dan analisa yang begitu mendalam selama berhari-hari akhirnya dapat ditarik benang merahnya bahwa akar permasalahan yang menyebabkan kondisi ini terjadi bisa dijelaskan sebagai berikut, simak ya!

Setiap orang tentu punya orientasi masing-masing dalam menjalani hidupnya, dan pernah gak kamu berfikir apa yang terpenting dalam hidupmu? Salah seorang temanmu mungkin menganggap bahwa yang terpenting dalam hidupnya adalah ketika di sekolah mendapat nilai yang bagus, juara satu dikelas, lulus ujian akhir nasional dengan nilai yang tingi sehingga bisa melanjutkan ke perguruan tinggi yang pavorit. Atau temenmu yang lain yang punya tampang agak kerenan dikit, kalau diliat dari belakang kayak Dao Ming Se (F4), tapi diliat dari depan kayak Aming Se he..he..he.. Dia menganggap bahwa yang terpenting dalam hidupnya adalah punya gebetan cakep, terkenal di sekolah, gonta-ganti pacar, atau jadi playboy cap tiga duren (korek api kali). U ARE U kamu adalah kamu, tapi seperti apakah kamu itu? apakah harta, tahta, atau wanita yang penting buat hidup kamu? Kalau kata ustadz semuanya berpangkal pada apa yang ada dalam isi batok kepala seseorang atau pemahaman dia dalam memandang kehidupan di dunia ini.

Sobat, pernahkah kamu bertanya pada diri sendiri tentang dari mana kamu berasal? maksudnya bukan asal kota kelahiran kamu tapi manusia dan kehidupan ini berasal dari mana? Truuz buat apa kamu hidup di dunia? Lalu setelah kamu mati akan kemana? Jawaban atas 3 pertanyaan ini dan keyakinan akan jawaban tsb adalah faktor penentu orientasi kamu dalam menjalani hidup. Om Darwin bilang qta ini berasal dari kera hasil dari proses evolusi yang kalau dirunut dari awal disimpulkan bahwa makhluk hidup itu berasal dari materi, sehingga Karl Marx menyimpulkan tujuan hidup di dunia adalah buat cari materi dan setelah mati akan jadi materi, itu saja. Sedangkan orang-orang sekuler bilang bahwa manusia dan alam semesta ini memang berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan, tapi ntar dulu kalo masalah urusan di dunia bukan urusannya Tuhan. Gak perlu pake aturan Tuhan di dunia ini tapi aturan manusia yang dipake. Nah kalau kata ustadz, qta, kehidupan dan alam semesta berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah, oleh karena itu ketika hidup di dunia manusia punya kewajiban untuk beribadah kepada Allah.

So jawaban dari 3 pertanyaan inilah yang akan menjadi landasan seseorang ketika menjalani hidupnya, apa yang menjadi orientasi dalam hidupnya tergantung dari jawaban atas 3 pertanyaan tersebut. Orang yang atheis boro-boro mikirin urusan akhirat yang ada dalam batok kepalanya hanyalah materi jadi gak heran kalau hidupnya juga buat materi begitupula yang beraliran sekuler walaupun mengakui adanya Tuhan tapi orientasi hidupnya adalah untuk materi sehingga tolak ukur kebahagiannya adalah mendapatkan harta yang banyak, bergaya hidup jet set ala borjuis, dan hidup foya-foya atau hura-hura.

Berbeda halnya dengan seorang muslim yang faham akan kewajiban beribadah kepada Allah dalam hidupnya maka so pasti orientasi hidupnya akan dipenuhi dengan aktivitas yang bernilai ibadah di sisi Allah, gak pernah terbesit dalam pikirannya untuk ninggalin Shalat wajib dengan sengaja, senantiasa memperbanyak amalan sunnah, puasa sunnah, Sholat sunnah, menjaga pergaulannya antar lawan jenis, menjauhi hal-hal yang berbau maksiat, meninggalkan aktivitas yang sia-sia kayak nongkrong2 yang gak jelas, dugem, track-trackan pake motor dan banyak lagi. Nah alangkah baiknya kalau kita senantiasa menambah ilmu dan pengetahuan qta dengan ilmu-ilmu dan pemahaman Islam disamping menuntut ilmu Islam itu adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim seperti yang disampaikan daam Hadits Riwayat Ibnu Adi dan Baihaqi, dari Anas ra : “Menuntut ilmu pengetahuan itu wajib bagi setiap Muslim:”

Jangan Jadi Bunglon

Hilang sudah kesan islami sepanjang hari. Lenyap sudah suasana “kota santri” dadakan. Kesan islami sepanjang hari selama Ramadhan akhirnya harus hilang sesaat setelah Lebaran. Suasana “kota santri” pun yang sering kita pertunjukkan di saat Ramadhan, kini kembali ke selera asal setelah Idul Fitri. Lenyap sudah suasana tersebut dan berganti suasana kehidupan bebas tanpa batas seperti sediakala

Sobat muslim smua, waktu Ramadhan lalu, banyak di antara kita yang megenakan busana muslim/muslimah. Kita yang tergolong orang biasa dan mereka yang masuk kalangan seleb, semuanya punya pikiran dan perasaan: harus tampil islami. Meski hanya ditonjolkan lewat busana namun justru itulah cara termudah untuk ‘mengelabui’ orang. Percaya atau nggak masih bisa diperdebatkan. Tapi yang jelas, aksi tampil beda saat Ramadhan bagi yang sebelumnya memang rada-rada “okem”, ya memang mencurigakan. Apalagi jika kemudian setelah Ramadahan berlalu kembali “okem”. Tul nggak sih?

Okelah, soal niat dan motivasi cuma pelakunya yang tahu dan tentu Allah Swt. Tapi yang pasti perubahan “dadakan” di bulan Ramadhan itu bisa berdampak positif dan negatif sekaligus. Positifnya jelas. Tampilnya sebagian dari kita mengenakan busana muslim/muslimah dan maraknya syiar Islam di bulan suci yang lalu memberi kesan bahwa kita sadar betul dengan apa yang harus kita lakukan, yakni menghormati bulan Ramadhan sekaligus nunjukkin bahwa diri kita serius menghargainya dengan cara menjaga imej diri dan menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Apalagi jika kemudian hijrah total dari kegelapan menuju cahaya Islam meski Ramadhan telah berlalu. Bukti riilnya ditunjukkan dengan tetap berbusana menutup aurat sesuai tuntunan syariat, juga perilaku yang ber-akhlaqul karimah selepas Ramadhan. Hmm.. semoga ya.

Namun, selain berbuah sisi positif, ternyata juga dalam “perubahan dadakan” itu memunculkan sisi negatif. Apalagi jika kemudian setelah Ramadhan berlalu, kita balik lagi ke selera asal. Jadinya, kesan bahwa kita itu memanfaatkan situasi jadi kentara banget. Yup, memanfaatkan momen Ramadhan hanya untuk kepentingan sesaat. Motivasinya lebih karena ingin dianggap baik di hadapan manusia: berbusana yang sopan, bertutur kata yang baik, berperilaku yang sesuai ajaran Islam, bahkan para musisi juga rame-rame bikin album religi di bulan suci. But, selepas Lebaran hilang semua itu. Nggak ada bekasnya sama sekali. So, jangan salahkan orang lain yang risih dengan perilaku “bunglon” seperti ini, karena agama kayaknya dianggap sebagai komoditas untuk menjaga atau memoles citra diri. Duile… teganya… teganya… teganya…
Dulu, tahun 1891, seorang antropolog Jerman bernama Eugene Dubois melakukan perjalanan menelusuri jejak manusia purba di kawasan Jawa. Di buku sejarah ditulis kalo doi menemukan fosil manusia purba yang kemudian dinamai dengan Pithecanthropus Erectus or “erect-ape man” alias manusia kera yang berjalan tegak. Nah, tentu aja digambarkan tanpa busana. Karena jaman tersebut belum ada pakaian. Pada masa tersebut, busana belum menjadi alat komunikasi. Karena apa yang mau dikomunikasikan dan kepada siapa pesan itu ditujukan, iya nggak sih? Kalo pun ada pesan yang ingin disampaikan, tapi bukan dalam bentuk busana.

Sobat, pakaian memang bukan sekadar alat untuk menutup bagian tubuh tertentu yang harus dilindungi dari sengatan sinar matahari, dinginnya musim salju, dan menghindari goresan pada kulit akibat gesekan dengan benda lain, tapi juga sebagai alat komunikasi.

Ketika pakaian digunakan untuk mengkomunikasikan status sosial, maka ada pakaian kerajaan, ada pakaian yang khusus dikenakan para bangsawan, juga pakaian kaum proletar bin rakyak jelata. Busana juga kemudian berperan dalam membedakan profesi seseorang. Misalnya nih, kalo ada orang yang berpakaian jas putih, apalagi dilengkapi stetoskop, berdasarkan kesepakatan selama ini orang tersebut ‘dicap’ berprofesi sebagai dokter.

Nah, kaitannya dengan busana yang sopan dan rapi yang dikenakan banyak orang saat Ramadhan, tentunya mereka punya tujuan untuk mengkomunikasikan pesan kepada khalayak--tanpa harus ngomong dan menuliskan dengan huruf gede-gede di spanduk--bahwa “ini lho saya!”, “Seperti inilah kepribadian saya!”. Jadi, busana memang sebagai alat komunikasi, gitu lho.
Sobat muslim semua, dunia ini boleh dibilang kayak panggung sandiwara. Semua orang ingin memerankan apa yang disukainya dan tampak menarik di hadapan orang lain. Menarik di sini bisa sisi positif, bisa juga negatif. Sebab, kita harus ngakuin juga dong kalo ada orang yang tertarik dan sangat berminat di dunia kejahatan, maka ia akan ‘memerankan’ apa pun yang identik dengan ikon kejahatan. Begitu juga sebaliknya, jika seseorang tertarik di dunia kebaikan, maka ia akan memerankan apa pun yang identik dengan ikon kebaikan, sesuai dengan kesepakatan umum manusia maupun agama. Itu sebabnya barangkali orang ingin tampil bukan sekadar apa adanya, tapi harus ada apa-apanya agar bisa dilihat orang lain dan membuat orang lain tertarik dengan apa yang kita perankan.

Maka, kalo kita menganggap bahwa bertutur kata santun, berpakaian sopan dan menjadi ikon kebaikan dalam pandangan masyarakat dan agama, maka kita akan melakukan semua hal itu. Harapannya, tentu agar orang lain menganggap dan menilai bahwa diri kita seperti yang ditampilkannya kepada khalayak ramai tersebut.

Munajat Dikala Senang

Hidup memang sudah dimafhumi oleh orang-orang bahwa ia tidak selalu landai dan lurus, tidak selalu penuh dengan taburan bunga indah, serta tidak hanya mengandung kenikmatan semata. Tapi hidup selalu bergantian antara nikmat dan musibah, justru bagi sebagian orang hidup tak lebih dari musibah dan kesulitan yang tak henti-hentinya datang bergantian. Ditengah badai tekanan yang melanda jiwa itulah ungkapan dan sikap keluh kesah menemukan tempatnya. Seolah ia bagaikan muara dari segala hasrat kemarahan, kekesalan, dan keengganan akan takdir yang sedang ia jalani. Sekuat apapun upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk 'menelan' sendiri beban batin, tampaknya akan ada selalu celah bagi 'keluhan' itu untuk mengalir dari diri pemiliknya.

Memang sebagian orang ada yang pandai mengelola keluh kesah itu sehingga menemukan saluran dan caranya yang tepat. Tapi ada juga yang menjadikan keluh kesah sebagai rutinitas yang menyita energinya. bagi sosok seperti itu, rasanyan tidak sah jikalau beban hidup ini harus dimilikinya sendiri. Tapi dari sekian banyak pilihan, munajat adalah salah satu alternatif yang dapat kita pilih kapanpun jua.

Munajat adalah salah satu bahasa yang digunakan seorang mukmin untuk menuangkan keluh kesahnya pada Sang Maha Pemilik Hati. Munajat menjadi media yang senantiasa relevan untuk menghantarkan pesan dari seorang hamba yang sedang merasakan kelemahannya. Munajat adalah aktivitas rutin yang tidak pernah luput dan terlewatkan oleh seorang yang cerdas untuk mengobati dera batinnya yang ia rasa tak akan sanggup ia jalani sendiri dan tanpa bantuan Tuhannya.

Munajat seperti apakah yang ideal untuk dilakukan seorang mukmin?? Munajat...... sebenarnya bisa menjadi parameter yang menunjukkan seberapa besar kualitas kedekatan seseorang dengan Rabbnya. Bagi sebagian orang, munajat itu akan tiba-tiba terasa mendesak untuk dilantunkan saat ia mengalami peristiwa yang teramat kuat menekan batin. Contoh yang mudah kita lihat adalah saat-saat dimana ada orang yang disayang meninggal dunia. Atau hilangnya harta benda yang diperoleh dari hasil kerja keras dan dalam waktu lama. Atau belum datangnya belahan hati yang terlalu lama rasanya dinanti.

Singkat kata, munajat yang memiliki cita rasa yang tinggi - yaitu yang dapat dilakukan dengan khusyu', merendah sempurna, merasa diri hina, tingginya harapan dan besarnya rasa takut kepada Allah, serta konsentrasi penuh saat berdoa - rasanya hanya dapat diperoleh saat momentum "musibah" tepat hadir dalam kehidupan. Kualitas kedekatan dengan Allah SWT meraih posisi puncaknya pada saat itu. Sehingga semua urusan dunia selain yang di'keluh'kan menjadi kecil dan tak berarti, solat menjadi khusyu, bahkan terkadang diiringi tangisan dan ditambah indahnya bacaan.

Tapi seiring bergilirnya musim, sejalan dengan berputarnya waktu, duniapun berubah. Kepenatan itu perlahan mengendur. Kegelisahan itu berganti menjadi sakinah. Ketakutan memudar dan harapan menjadi terpenuhi..........Irama jiwapun kini semakin teratur dan hembusan semilir angin mulai nikmat dirasa.

Tapi saat Allah Al-Lathif menunjukkan rahman-Nya itu......di saat dada mulai lapang, justru doa perlahan-lahan dikurangi muatannya, dalam solat mulai ingat ini-itu. Hal-hal kecil yang tidak pernah dipikirkan waktu dulu. Dzikir mulai diganti kelalaian dan munajat menurun kualitasnya. Dan tanpa terasa, baginya.......munajat itu dilakukan di kala sedih dan susah saja.

Lalu.....Munajat seperti apakah yang ideal untuk dilakukan seorang mukmin?? Katanya, bagi seseorang yang bagus imannya, Allah senantiasa hadir dalam sedih maupun gembira. Munajat sebagai media komunikasi itu selalu terlantun siang dan malam. Tak perduli kemiskinan yang menjerat lehernya maupun kekayaan yang melimpah di tangannya. Doa dan dzikir menjadi 'nyanyian' harian yang menjadi penghibur hati. Munajat itu selalu terpelihara kualitas maupun kuantitasnya. Tampaknya ia memiliki metoda evaluasi tersendiri yang mampu mengkontrol kesadaran dirinya untuk memelihara munajat.

Munajat kala senang memang menunjukkan bahwa pelakunya adalah mukmin sejati. Karena ia masih mampu memiliki hati yang tetap terpaut kebenaran saat syubhat dunia menghiasi matanya. Ia masih dapat memelihara kedekatan dengan Rabbnya meski kenikmatan syahwat dapat dengan mudah direngkuhnya di tengah kelapangan itu. Berbagai kemudahan dan ringannya beban jiwa ia rasakan sebagai karunia Allah natijah (buah) dari kelembutan hati. Munajat di kala senang memperlihatkan bahwa pelakunya adalah orang yang paham benar hakikat kehidupan dan tidak mudah tertipu dan terombang-ambing oleh bergantinya episode-episode kehidupan yang selalu mengalir dan berputar.

Selain munajat di kala susah, munajat di kala senang menjadi menjadi 'tantangan' bagi kita untuk dapat meraihnya. Memang ia menjadi parameter yang membantu kita untuk mengukur keimanan, tapi munajat di kala senang juga akan menolong kita menjadi hamba yang lebih ma'rifat pada Tuhan. Mudah-mudahan dengan bermunajat di kala senang, kita akan menjadi manusia yang tidak hanya dapat 'berkeluh kesah', tapi menjadi manusia dan hamba yang pandai bersyukur.

The Power Of Love

“Seseorang yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang, maka dia akan rela berkorban apapun untuk yang dicintanya, karena kekuatan cinta sangat dahsyat yang mampu menerjang pagar-pagar kokoh yang menghadangnya”

Cinta dan kasih sayang adalah karunia indah yang diberikan allah kepada setiap makhluknya, berkat curahan cinta seseorang rela berkorban melakukan manfaat apapun untuk yang dicintainya meskipun itu sangat berat dan banyak onak dan duri. Seseorang yang benar-benar cinta pada tubuhnya maka ia akan rela meninggalkan rokoknya, seseorang yang cinta pada orang tuanya maka ia akan manfaatkan dengan baik uang yang diamanahkan padanya, cinta pada ilmu maka ia akan belajar dengan sungguh-sungguh. Begitulah the power of love yang seharusnya kita pahami dan ditanamkan pada diri kita, sehingga dapat dibayangkan betapa manisnya menapaki kehidupan dengan pengorbanan cinta. menuntut ilmu dengan cinta, membelanjakan uang dari orang tua dengan cinta, dan menjaga tubuh dari bahayanya asap nikotin karena cinta.

Cinta kepada Allah-lah merupakan cinta tertinggi dari sekian banyak cabang cinta yang ada didunia ini. yang dapat menyingkirkan dan mengalahkan cinta-cinta yang lain. Kecintaan yang tiada lawan bandingnya.

Seorang sufi wanita dari Basrah yaitu Rabi'ah Al- Adawiyah pernah berkata ketika beliau berziarah ke makam Rasulullah Saw. : "Maafkan aku ya Rasul, bukan aku tidak mencintaimu, akan tetapi hatiku telah tertutup untuk cinta yang lain, karena telah penuh cintaku kepada Allah Swt".

Begitulah the power of love seorang Rabiah Al-Adawiyah kepada Allah yang kekuatanya mampu mengalahkan cinta-cinta lain, kecintaaan yang paling tertinggi kepada sang maha pemilik cinta. akan tetapi bukan berarti tidak dibenarkan cinta pada yang lain. Karena cinta kepada Rasul, cinta kepada istri, cinta kepada hewan, cinta kepada harta, cinta kepada teman-teman adalah merupakan suatu bentuk cinta kepada allah. Dan dia adalah tempat berpusatnya cinta. Sewaktu masih kecil Husain cucu Rasulullah Saw. bertaya kepada ayahnya, Sayidina Ali ra: "Apakah ayah mencintai Allah?" Ali ra menjawab, "Ya". Lalu Husain bertanya lagi: "Apakah ayah mencintai kakek dari Ibu?" Ali ra kembali menjawab, "Ya". Husain bertanya lagi: "Apakah ayah mencintai Ibuku?" Lagi-lagi Ali menjawab,"Ya". Husain kecil kembali bertanya: "Apakah ayah mencintaiku?" Ali menjawab, "Ya". Terakhir Si Husain yang masih polos itu bertanya, "Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?" Kemudian Sayidina Ali menjelaskan: "Anakku, pertanyaanmu sungguh hebat! Cintaku pada kekek dari ibumu (Nabi Saw.), ibumu (Fatimah ra) dan kepada kamu sendiri adalah karena cinta kepada Allah". Karena sesungguhnya semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Swt. Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain jadi tersenyum mengerti.

Kecintaan seseorang kepada keluarga, harta, kedudukan adalah suatu yang lumrah, siapapun akan berkorban untuk menjaga keluarganya, hartanya, dan kedudukanya dikarenakan besarnya rasa cinta. akan tetapi waspadalah akan kecintaan terhadap mereka, jangan sampai menjauhkan atau bahkan sampai melupakan cintanya kepada allah sang pemilik cinta yang hakiki. Kecintaan yang harus lebih diunggulkan dari pada cinta yang lain, dan ini adalah merupakan tolak ukur mengenai keimanan seseorang. Nabi Saw pernah bersabda; "Belum sempurna imam seseorang itu hingga ia mencintai Allah dan Rasulnya melebihi cintanya dari pada yang lain".
Seseorang yang mencintai Allah maka dia juga akan mencintai makhluk yang lain, karena cinta kepada allah tidak akan membuat seseorang merusak cintanya kepada yang lain justru malah sebaliknya akan sangat mencintainya karena allah. Akan tetapi cinta yang berlebihan kepada makhluk bisa jadi melupakan akan cinta kepada allah.

Jadi teringat sepenggal nasehat Aa Gym dalam ceramahnya, "hati-hati jika mencintai makhluk, jangan sampai karena hadirnya makhluk cintamu kepada Sang pencipta makhluk menjadi berkurang, karena suatu saat nanti makhluk yang kamu cintai itu bisa saja diambil dari sisi kamu."

Sobat muslim smua, jadi mari dan silahkanlah bercinta dan mencintai, cinta yang segalanya hanya karena sang pemilik cinta. Cinta yang bernilai ibadah apabila cinta kita hanya kita sandarkan kepada-Nya. Dan Dialah cinta yang lebih berharga dari pada dunia beserta isinya.

"Ya Allah karuniakanlah kepada kami kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu dan kecintaan apa saja yang mendekatkan diri kami pada kecintaan-Mu. Jadikanlah diri-Mu lebih kami cintai dari pada air yang dingin bagi orang yang dahaga.” Amien…..

JANGAN NODAI DENGAN MENYONTEK

Akhir-akhir ini para pelajar, terutama yang bermukim di kelas akhir sekolah lagi disibukkan dengan berbagai macam uji coba atau try out untuk persiapan di ajang UNAS. Ga peduli siswa cowok atau cewek, kita semua berjuang mati-matian (mati bo-ongan donk, iya kalo mati beneran ya dikubur). Menghadapi unas demi nilai tinggi dan memuaskan. Demikian pula dengan adek kelas kita, juga bakal berjuang sampai tetes darah penghabisan (ih, ikut donor darah dong), untuk meraih nilai yang bagus. Walhasil, mereka akan ngelakuin segala cara, supaya bisa mencapai GOAL tadi. Mulai dari les privat, ikut bimbingan belajar, nggenjot jam belajar, ampe nekat bikin catatan super duper imut sebagai “jimat” menjelang ujian. Eh, waktu ujian, keliru bawa struk belanjaan tadi malam. Capek deh. Bagi yang kurang persiapan, biasanya langsung ancang-ancang ngelobi target yang kira-kira capable untuk dimintai contekan. Istilahnya, posisi menentukan prestasi.

Sebenarnya yang dinamakan nyontek tuh yang kayak apa seh? Kasak-kusuk yang dapat dikategorikan menyontek diantaranya, nyalin jawaban teman atau ngintip dari buku catatan pas ujian (atau ngerpek). Or nyalin kalimat dari buku cetak tanpa nyebutin sumbernya saat ujian atau tugas. Gimana dengan ngasih contekan? Kamu ga boleh ngerasa aman lho, karena memberi contekan juga termasuk tindakan menyontek juga. Itu kan bikin contekan temen kita makin lancar jaya. Nah loh, ati-ati ya.

Sobat, fenomena nyontek mungkin udah biasa seliweran di sekitar kita. Dan mungkin sebagian besar kita nganggap nyontek sebagai hal biasa. Padahal kalo kita perhatikan, ini nyontek tuh perbuatan curang yang memalukan. Selain bohong ama guru dan ortu, nyontek berarti membohongi diri sendiri. Aneh ya, padahal kita biasanya marah kalo dibohongi orang lain. Tapi kok mau dan rela dibohongi diri sendiri. Malah, ga sedikit yang bilang kalo nyontek itu sama dengan mencuri dan termasuk korupsi kecil-kecilan. Naudzubillah. Bayangin, cewek cantiq, caeum, dan kiut kayak kita (dikit narsis boleh donk... hehe) nyontek! Idih ga ada bedanya ama maling ayam yang bonyok digebukin massa dan digelendeng masuk bui.

Nah, hati-hati sobat! Nyontek ini penyakit menular. Kalo tembok iman kita dibangun dengan cara yang salah, bisa aja kita ketularan nyontek. Dan kalo kamu beri contekan, sebenarnya kamu lebih bersalah dari yang nyontek. Lho kok bisa? Iya dong, karena selain kamu ngebantu melestarikan tindakan menyontek, juga nggandeng teman kamu untuk selalu nyontek. Kalo kita tilik lebih lanjut, salah satu penyebab semakin langgengnya fenomena nyontek ini adalah lemahnya sanksi nyontek. Kalo cuman ditegur atau dikurangi nilainya, mungkin ga bisa bikin si yang nyontek jerah. Sedikit sekali guru atau dosen yang sampai ngebatalin kelulusan karena nyontek. Dengan alasan belas kasihan. Pantes aja, banyak teman-teman kita yang semakin membara semangatnya untuk menyontek, apalagi sanksinya ringan banget. Padahal sobat, andaikan mereka tahu sanksi apa yang akan diterima di akhirat, wuih, bisa gosong nih badan.

Rasulullah Saw bersabda : ”Barangsiapa mencurangi kami maka bukan dari golongan kami” [H.R. Muslim]. Nah loh, kalo bukan golongannya Nabi Muhammad, golongan apa donk? Dalam Islam cuman ada 2 golongan, kalo ga golongan Rosul (taat pada Allah), pastilah golongan syetan..

Sobat, kenapa sih banyak temen kita yang pada nyontek? Ternyata, selain pengen nilai tinggi, motivasi nyontek bisa akibat tekanan tinggi yang diberikan kepada siswa. Tekanan nilai dan prestasi tentunya. Guru akan ngasih nilai raport berdasarkan hasil itung-itungan dari semua ujian yang dilakukan. Raport lalu bakal dilaporkan kepada orang tua siswa. Kalo nilainya jelek, tentu orang tua akan memperketat pengawasan belajar si anak. Bahkan, mungkin sampai ngebatasi waktu mainnya untuk belajar. Ga sedikit orang tua dan guru yang menilai baik-buruknya anak berdasarkan nilai akademik. Padahal seharusnya lebih ditekankan pada proses. Semaksimal apa usaha anak tadi dalam belajar? Karena disadari atau tidak, nilai adalah salah satu rizki Allah. Alasan nyontek yang lain adalah karena belum belajar saat ujian. Ini sudah hal yang umum, biasanya kita belajar semalam sebelum ujian. Wayangan. Padahal cara instan ini ga bakal efektif. Selain bikin kita capek, apa yang kita udah pelajari semalaman juga akan hilang secara instan. Alasan yang lain biasanya adalah karena sulitnya soal. Ini seakan maksa temen-temen kita untuk nyontek. Seperti kata Bang Napi, nyontek, yang sama halnya dengan mencuri dan korupsi, bisa dilakukan jika ada peluang dan kesempatan, maka WASPADALAH! WASPADALAH!

Pihak pengajar juga punya peranan yang besar, diantaranya ada membocorkan soal ujian, dan ada yang sedikit malas menjalankan sanksi. Padahal kalo hal ini terjadi sebaliknya, proses menyontek akan minim terjadi. Terakhir, sistem pendidikan juga kudu diperbaiki, jangan hanya melihat segalanya dari nilai nilai hitam di atas putih. Tapi lebih menekankan proses yang dilalui oleh nilai kejujuran. Nilai memang penting, tapi yang jauh lebih penting adalah gimana nyiapin mental mandiri dan jujur para siswa. Merekalah nanti yang akan nentukan nasibnya dan nasib bangsa ini.

Ok sobat, dah paham kan? Kalo kamu ga mau dicap golongannya syetan, apalagi ga dianggep golongannya Nabi Muhammad (duuh..kachian...), jangan sekali-kali dech nyontek. Coz, ”lirikan mata” dan ”tangan terampil” kita nanti yang akan ngaku di hadapan Allah SWT. So, jangan nodai kecantikanmu dengan bergaul dengan para syetan. Allahu Akbar!!

Pintar Pilih Teman Gaul

Berteman memang asyik. Bisa curhat, bisa mengenal karakter, bisa dapet pengalaman dan wawasan, juga bisa tukar pikiran. Namun jangan salah lho, nggak semua orang bisa kita jadikan teman. Apalagi teman baik. Kenapa? Karena nggak semua orang bisa ngajak kepada kebaikan. Jadi, kudu selektif dan juga hati-hati memilih teman. Jangan korbankan dirimu demi sebuah pertemanan, jika akhirnya kamu kudu membayar mahal dengan hancurnya masa depan kamu. Kagak pake dah!

Kamu masih ingat kan kasus tewasnya 10 remaja pada konser musik underground di Bandung Februari 2008 lalu? Nah, yang kita soroti itu adalah komunitas gaulnya. Tentu aja, sebab manusia itu biasanya akan nyari teman yang konsep dirinya sama. Idealismenya sama. Supaya apa? Supaya komunikasinya nyambung. Emang sih, nggak bisa dipukul rata bahwa komunitas gaul kayak gitu bikin rese. Tapi umumnya kan emang gitu. Tul nggak? Jadi di sini yang terpenting dan yang utama untuk diperhatikan adalah selektif memilih teman gaul, supaya nggak salah gaul. Setuju kan?

Boys and gals, meski kita selektif memilih teman, bukan berarti kita pengen eksklusif. Nggak. Berbeda boleh aja. Tapi jangan sampe membedakan diri dengan yang lain. Sekadar “say-hello” dengan teman sekelas yang kebetulan rada-rada amburadul sah-sah aja. Apalagi bila kita mampu ngajakin mereka ngaji. Tentunya lebih oke tuh. Cuma, emang nggak semua dari kita juga bisa dengan sukses ngajak ngaji teman model begitu. Minimal banget, jaga hubungan baik aja deh. Tul nggak seh?

Dalam bahasa psikologi, dikenal istilah peer group. Kelompok teman sebaya. Ini pengaruhnya kuat juga lho. Nggak percaya? Rasanya di antara kita udah pernah ngalami deh. Buktinya, kita lebih suka dan ridho ‘terpengaruh’ teman ketimbang terpoles didikan orangtua di rumah. Alasannya, teman sebaya lebih mudah diajak ngobrol ketimbang ortu yang selalu dalam posisi ‘memerintah’ dan sok kuasa. Walah, ini akibat kita nggak deket sama ortu. Kalo deket nggak kejadian deh model gini. Tul nggak? Sabda Rasulullah: “Orang itu mengikuti agama teman dekatnya; karena itu perhatikanlah dengan siapa ia berteman dekat”. (HR Tirmidzi)

Sebetulnya banyak yang bisa kita jadikan teman. Karena manusia di dunia ini juga begitu bejibunnya. Persoalannya cuma satu; sulit. Yup, mencari teman yang baik itu relatif lebih sulit. Tapi, bukan berarti kita nggak bisa mendapatkan. Insya Allah bisa kok, asal kita mau berusaha untuk mencarinya. Sobat muslim smua, gimana pun juga, berteman dengan orang yang baik dan juga berilmu bisa memberikan kenikmatan, kebahagiaan dan juga keuntungan buat kita.

Nich Ghur kasih buat cari teman yang baik. Pertama, pilih teman yang baik perangai dan perilakunya untuk dijadikan sebagai teman dekat atau sahabat. Pilihlah teman yang baik perangainya; tidak arogan, tidak cepat marah, dan tidak suka melecehkan. Pilih juga teman yang nggak suka hura-hura dan suka nongkrong nggak karuan dan carilah teman yang tidak dekat dengan miras dan narkoba. Sebabnya pasti, kalo ada teman main yang akrab dengan Singa Jengke dan Topi Nyengled (hehehe.. ini istilah para preman untuk menyebut merek minuman keras), bukan tak mungkin kita kebawa nenggak miras juga. So, ati-ati ye!

Kedua, yang punya prinsip kuat. Kenapa harus yang kuat memegang prinsip hidup? Karena biasanya merekalah orang-orang yang nggak mudah dikalahkan dan nggak mudah menyerah. Ia akan bersikukuh dengan kebenaran yang diyakininya dan kita bisa belajar darinya. Bukan tak mungkin pula kalo akhirnya kita juga bisa menyebarkan kepada teman yang lain yang menjadi teman dekat kita nantinya.

Tapi tentu saja, prinsip kuat yang dipegangnya adalah dalam hal kebenaran Islam, bukan kemaksiatan. Sebaliknya, kamu juga kudu punya prinsip kuat supaya nggak salah gaul, sekaligus jadi inceran teman lain untuk menjadikanmu sebagai teman dekatnya. Adil kan?

Ketiga, pilih yang menghargai dirinya sendiri. Yang ini kudu dicari. Sebab, orang yang pandai menghargai dirinya sendiri biasanya pandai juga menghargai orang lain, termasuk kamu, yang akan menjadi teman dekatnya nanti. Untuk ngecek, silakan lihat bagaimana dia berpakaian, bagaimana cara dia berbicara dengan orang lain, dan bagaimana menghormati orangtuanya.

Sebabnya kenapa? Karena orang yang menghargai dirinya, akan senantiasa menjaga imej diri. Berpakaian pun ia pandai memilih busana apa yang bisa menjaga dirinya. Sebagai muslim, maka ia akan menyesuaikan selera busananya tunduk pada aturan syariat Islam. Juga, kalo teman kamu ini tutur katanya sopan, santun, dan menghargai orang lain, maka insya Allah ia sudah menjaga imej dirinya di hadapan orang lain dan ia akan berusaha menghargai orang lain yang berhubungan dengannya.

Intinya sih, orang yang bisa menghargai dirinya sendiri insya Allah adalah pilihan tepat untuk dijadikan teman dekat. Nah, biar adil sih, kamu juga musti menjadi pribadi yang bakal dicari orang lain untuk dijadikan teman dekatnya. Setuju kan?

Keempat, pastikan ia seseorang yang bisa dipercaya. Karena bisa menjaga rahasia hidup kita. Cara menilainya, kamu bisa cek atau ngetes dengan cara “ngomongin” kejelekan orang lain. Kalo dia nggak suka ngegosip, insya Allah rasanya pas deh kalo jadi temanmu. Insya Allah bisa dipercaya.

Sebaliknya, kamu juga harus memposisikan diri agar menjadi inceran orang lain untuk menjadikan kamu teman dekat yang bisa dipercaya. Jadi, kalo sama-sama berkualitas kan hubungan pertemanannya jadi lebih oke. Klop, karena sama-sama ngerti dan ngertiin.

Kelima, cari yang penuh semangat juang. Wah, ini bisa menjadi teman dekat di saat kita lagi bete. Ia bisa menjelma jadi penyemangat ulung untuk membangkitkan gairah kita. Lihat deh dari aktivitasnya yang nggak kenal lelah. Kalo di depan teman-teman ia tak pernah mengeluh, insya Allah ia adalah seseorang yang penuh semangat juang. Go! Go! Cari sampe dapet! Oya, jangan lupa bahwa diri kita juga harus memiliki potensi dan semangat yang sama agar jadi idaman teman lain untuk menjadikan kita teman dekat mereka.

Oke deh, itulah pentingnya mencari teman dalam hidup ini. Lagian, kita hidup di dunia ini sementara. Apa yang bisa kita bawa kepada Allah Swt di hari penghisaban selain amal baik kita. Jadi, mulailah memupuk amal baik, salah satunya bisa dicoba mencari partner hidup yang bisa mengajak kita lebih baik dalam hidup ini. Dialah teman kita, sahabat kita.

Itu sebabnya, meski agak susah nyari teman yang ideal seperti yang kita inginkan untuk kebaikan kita, tapi bukan berarti kita diam aja. Kita juga bisa melakukan yang terbaik untuk ‘memancing’ orang agar menjadikan kita sebagai teman dekat sekaligus teman baiknya.

Oke deh, selamat memilih teman sejati. Jangan pilih teman tapi setan yang bisanya cuma ngomporin untuk berbuat maksiat. Allahu Akbar!